BAB
I
PENDAHULUAN
Gurun tandus yang di kelilingi gurun pasir dan
gunung-gunung, yang mana pada masa itu kehidupan manusia sangat lah buruk,
sehingga disebutlah pada masa itu dengan zaman jahiliyah atau zaman kebodohan
manusia, dilahirkanlah seorang manusia pilihan, yang merupakan pembawa cahaya
iman, sebagai panutan akhlak yang mulia bagi umat manusia dan jin sampai akhir
kehidupan di dunia ini.
Bahkan nama seorang hamba yang mulia ini sudah diramalkan
dalam kitab-kitab suci agama terdahulu, seperti dalam kitab agama Buddha. Sang
Buddha berkata : “Wahai para pendeta, ketika manusia berusia 80.000
tahun, akan hadir di atas muka bumi seorang Buddha bernama Metteyya (yang
pengasih), manusia suci (Arahat), yang tercerahkan serta penuh keagungan,
dirahmati kebijaksanaan tindakannya, kesuksesan, pengatahuan atas jagat,
pengendara kereta kuda tiada tanding yang ramah; penguasa malaikat dan manusia;
Buddha yang diberkati, meskipun aku telah lahir di muka bumi ini, seorang
Buddha dengan kualitas yang sama akan diturunkan. Apa yang dia pahami dari
langit akan dia kabarkan pada dunia bersama para malaikat, sahabat, dan
malaikat utama lainnya, dan orang-orang bijak serta brahmana, pangeran, dan
rakyat biasa; seperti halnya aku sekarang yang mengatakan hal yang sama kepada
pihak yang sama. Dia akan mengkhotbahkan agamanya, mulia asalnya, agung pada
puncak kejayaannya, dan agung pula tujuannya, baik dalam jiwa maupun ucapan.
Dia akan mengumandangkan kehidupan beragama yang utuh sempurna lagi menyeluruh,
seperti aku sekarang menyebarkan agamaku dan kehidupan sama. Dia akan memimpin
ribuan masyarakat, sedangkan aku hanya memimpin beberapa ratus pendeta.
Sungguh begitu agung dan mulia, nama-namanya telah terukir
indah di sorga sana dan di hati-hati orang-orang yang beriman, namanya terus di
puji-puji sebagai tanda kecintaan kepada insan pilihan, bahkan air mata terus
mengalir di mata-mata para perindu sang nabi yang mulia hingga akhir zaman.
Yang mampu memberikan cahaya kedamaian bagi hati yang sedang kegelapan, beliau adalah
“cayaha di atas cahaya”, NUURUN ALA NUURI”.
Tubuh Nabi Saw warnanya putih kemerah-merahan, kulitnya
bercahaya-cahaya mukanya indah menawan dahi beliau luas, kepala beliau besar
sempurna, hidung mancung bagai huruf alif bengkok sedikit dan bercahaya,
pipinya halus dan sedang, bulu matanya lebat, bola mata nya besar dan indah,
matanya luas dan bersangatan hitam bola matanya, putih mata beliau bercampur
kemerah-merahan, gigi muka rapi tersusun indah, jika beliau tersenyum sungguh
bercahaya-cahaya, rambut beliau lebat tidak terlalu keriting dan lurus indah
menawan, yang panjangnya sampai ketelinga, kadang panjangnya sampai kebahu,
jenggotnya lebat, perut dan belakang rata, bahu beliau besar, jari-jari lemas
dan lembut, dan bentuk tubuh beliau sedang tidak terlalu tinggi dan tidak pula
terlalu rendah, tidak gemuk dan tidak pula kurus, tutur katanya halus dan
santun, bila Nabi SAW berbicara bercahaya dan senyum manis menyertai raut
mukanya. Tatkala beliau berjalan tenang bagaikan orang yang sedang turun dari
tempat yang tinggi dan pandangan beliau lebih banyak memandang kebawah dari
pada ke atas, begitu tampan dan menawan walaupun dilihat dari jauh, dan apabila
sudah dekat tak ada kata yang bisa diucapkan sebab begitu indahnya. Abu
Hurairah ra pernah berkata : “Tak pernah aku melihat orang yang lebih tampan
dari Nabi saw
BAB
II
PEMBAHASAN
SEJARAH HIDUP RASULULLAH SAW
A. Prakerasulan
Muhammad SAW.
- 1. Kelahiran Muhammad SAW
Sekitar tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat
penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya
ataupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai
menghubungkan Yaman di Selatan dan Syiria di Utara. Dengan adanya Ka’bah di
tengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Di dalamnya terdapat 360
berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan
makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab pada masa itu mencerminkan realitas
kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.[3]
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keluarga bani Hasyim di Mekah
pada hari senin, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari
Peristiwa Gajah. Maka tahun itu dikenal dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian
karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia),
dengan menunggang gajah menyerang Kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah.
Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M. Ini
berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad Sulaiman Al-manshurfury dan
peneliti astronomi, Mahmud Pasha. [4]
Nabi Muhammad adalah anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang
kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi
Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama
Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar
pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW.
Nabi terakhir ini dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia
tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. [5]
Ramalan
tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam
kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kelahiran
Nabi Muhammad SAW telah diramalkan oleh setiap dan semua nabi terdahulu, yang
melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat mereka masing-masing bahwa
mereka harus menerima atas kerasulan Muhammad SAW nanti.[6] Seperti dalam Qs. Ali
‘Imran ayat 81:
“Dan (ingatlah), ketika Allah
mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan
kepadamu berupa Kitab dan hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang
membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima
perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”.
Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi
saksi (pula) bersama kamu”.
Sejumlah
penulis besar tentang Sirah dan para pakar hadits telah banyak
meriwayatkan peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan, yang muncul pada saat
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa-peristiwa diluar daya nalar manusia,
yang mengarah kepada dimulainya era baru bagi alam dan kehidupan manusia, dalam
hal agama dan moral. Diantara peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana
Kisra yang bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi serta menyebabkan jatuh 14
balkonnya, surutnya danau Sawa, padamnya api sembahan orang-orang Persia yang
belum pernah padam sejak seribu tahun lalu.[7]
- 2. Masa Kanak-kanak
Tidak lama setelah kelahirannya, bayi Muhammad SAW
diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab, yang pernah
menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya beberapa hari, nabi tetep
menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu menghormatinya. Nabi SAW
selanjutnya dipercayakan kepada Halimah, seorang wanita badui dari Suku Bani
Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, dan
tumbuh menjadi anak yang sehat dan kekar. Pada usia lima tahun, nabi
dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab ibunya. Sejumlah hadis menceritakan
bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya banyak dianugrahi nasib baik
terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di bawah asuhannya. Halimah
menyayangi baginda Rasul seperti menyayangi anak sendiri, penuh kasih sayang
dan cinta, namun karena banyak kejadian yang luar biasa sehingga takut akan
terjadi hal-hal yang tidak baik sehingga dikembalikanlah Rasul SAW kepada
keluarga beliau.
Muhammad SAW kira-kira berusia enam tahun, dimana tatkala
asik bermain-main dengan teman-teman beliau, teman-teman beliau gembira saat
ayah-ayah mereka pulang, namun Rasulullah pulang dengan tangisan menemui ibunda
beliau, seraya berkata wahai ibunda mana ayah?.. ibunda beliau terharu tampa
jawaban yang pasti, sehingga dalam ketidakmampuan atas jawaban tersebut, hingga
suatu ketika ibunda beliau mengajak baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah
beliau dimakamkan. Sekembalinya dari pencarian Makan suami tercinta ibu Rasul
tercinta jatuh sakit dan meninggal dalam perjalanan pulang, dengan duka cita
yang mendalam dan pulang bersama seorang pembantu nabi. Sekembalinya pulang
sebagai anak yatim piatu maka beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib.
Namun dua tahun kemudian, kakeknya pun yang berumur 82 tahun, juga meninggal
dunia. Maka pada usia delapan tahun itu, nabi ada di bawah tanggungjawab
pamannya Abi Thalib.
Pada usia 8 tahun, seperti kebanyakan anak muda seumurnya,
nabi memelihara kambing di Mekkah dan menggembalakan di bukit dan lembah
sekitarnya. Pekerjaan menggembala sekawanan domba ini cocok bagi perangai orang
yang bijaksana dan perenung seperti Muhammad SAW muda, ketika beliau
memperhatikan segerombolan domba, perhatiannya akan tergerak oleh tanda-tanda
kekuatan gaib yang tersebar di sekelilingnya.
- 3. Masa Remaja
Diriwayatkan
bahwa ketika berusia dua belas tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu
Thalib, dalam berdagang menuju Suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan
seorang pendeta, yang dalam berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira.
Meskipun beliau merupakan satu-satunya nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya
dikenal luas, masa-masa awal kehidupan Muhammad SAW tidak banyak diketahui.[8]
Muhammad
SAW, besar bersama kehidupan suku Quraisy Mekah, dan hari-hari yang dilaluinya
penuh dengan pengalaman yang sangat berharga. Dengan kelembutan, kehalusan budi
dan kejujuran beliau maka orang Quraisy Mekkah memberi gelar kepada beliau
dengan Al-Amin yang artinya orang yang dapat dipercaya.
Pada
usia 30 tahunan, Muhammad SAW sebagai tanda kecerdasan dan bijaksanya beliau,
Nabi SAW mampu mendamaikan perselisihan kecil yang muncul di tengah-tengah suku
Quraisy yang sedang melakukan renovasi Ka’bah. Mereka mempersoalkan siapa yang
paling berhak menempatkan posisi Hajar Aswad di Ka’bah. Beliau membagi tugas
kepada mereka dengan teknik dan strategi yang sangat adil dan melegakan hati
mereka.[9]
Pada
masa mudanya, beliau telah menjadi pengusaha sukses dan hidup berkecukupan dari
hasil usahanya. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau menikah dengan pemodal
besar Arab dan janda kaya Mekah, Khadijah binti Khuwailid yang telah berusia 40
tahun.
Adapun
isteri-isteri Nabi Muhammad SAW berjumlah 11 orang, yaitu :
- Khadijah binti Khuwailid
- Saudah binti jam’ah
- Aisyah binti Abu Bakar ra.
- Hafshah binti Umar ra.
- Hindun ummu salamah binti Abu Umayyah
- Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan
- Zainab binti Jahsyin
- Zainab binti Khuzaimah
- Maimunah binti Al-Harts Al-Hilaliyah
- Juwairiyah binti Al-Haarits
- Sofiyah binti Huyay
Dari
11 isteri Nabi SAW ini yang wafat saat Nabi SAW masih hidup adalah 2 orang
yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, sedangkan sedangkan isteri Nabi yang
9 orang masih hidup saat Nabi SAW wafat. Isteri Nabi SAW yang tersebut disebut
dengan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak menolong
penyebaran agama Islam di kalangan kaum ibu.
Nabi
Muhammad SAW mempunyai 7 orang anak, 3 laki-laki dan 4 perempuan yaitu :
- Qasim
- Abdullah
- Zainab
- Fatimah
- Ummu kalsum
- Rukayyah
- Ibrahim
Ibu
anak-anak Nabi SAW itu semuanya dari isteri nabi Khadijah, kecuali Ibrahim,
yang ibu Mariyatul Qibtiyyah (seorang hamba perempuan yang dihadiahkan oleh
seorang pembesar Mesir kepada Nabi SAW. Anak-naka Nabi SAW tersebut wafat pada
saat Nabi SAW masih hidup, kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah
Nabi SAW wafat.[10]
Diriwayatkan
tatkala Nabi SAW akan wafat beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau
akan berpulang ke hadirat Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan
sedih, dan beberapa saat setelah itu Nabi SAW membisikan lagi sesuatu kepada
Fatimah ra, mendengar bisikan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum, ternyata
bisikan bahwa dikabarkan bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang
pertama meninggal kecuali Fatimah ra, sungguh mulia Fatimah tersenyum walau
mendengar kabar yang tentang wafat nya diri beliau, tapi semua tertutup karena
cinta yang mendalam kepada sang ayah tercinta.
B. Kerasulan
Muhammad SAW
- 1. Awal Kerasulan
Menjelang
usianya yang keempat puluh, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari
pergaulan masyarakat umum, untuk berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer
di Utara Mekah. Di gua tersebut, nabi mula-mula hanya berjam-jam saja,
kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M,
Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril.
Pada
saat beliau tidur dan terbangun dengan tiba-tiba pada malam itu di gua bernama
Hira, dalam ketakutan yang luar biasa, seluruh tubuhnya, seluruh diri
bathinnya, dicengkeram oleh sebuah kekuatan yang sangat besar, seolah-olah
seorang malaikat telah mencengkeram beliau dalam pelukan yang menakutkan yang
seakan mencabut kehidupan dan napas darinya. Ketika beliau berbaring di sana,
remuk redam, beliau mendengar perintah, “Bacalah!” beliau tidak dapat melakukan
ini beliau bukan penyair terdidik, bukan peramal, bukan penyair dengan seribu
kalimat yang tersusun dengan baik yang siap dibibir beliau. Ketika itu beliau
protes bahwa beliau adalah buta huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan
kekuatan yang begitu rupa, hingga turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1 sampai
5 dalam surat Al-‘Alaq.
1. Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Dia
merasa ketakutan karena belum pernah mendengar dan mengalaminya. Dengan
turunnya wahyu yang pertama itu, berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah
sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru
manusia kepada suatu agama.
Peristiwa
turunnya wahyu itu menandakan telah diangkatnya Muhammad SAW sebagai seorang
nabi penerima wahyu di tanah Arab. Malam terjadinya peristiwa itu kemudian
dikenal sebagai “Malam Penuh Keagungan” (Laylah al-qadar), dan menurut
sebagian riwayat terjadi menjelang akhir bulan Ramadhan. Setelah wahyu pertama
turun, yang menandai masa awal kenabian, berlangsung masa kekosongan, atau masa
jeda (fatrah). Ketika hati Muhammad SAW diliputi kegelisahan yang sangat
dan merasakan beban emosi yang menghimpit, dia pulang ke rumah dengan perasaan
waswas, dan meminta istrinya untuk menyelimutinya. Saat itulah turun wahyu yang
kedua yang berbunyi:.
“Wahai kau yang berselimut!
Bangkit dan berilah peringatan!.”
Dan
seterusnya, yaitu surat al-Muddatstsir: 1-7. Wahyu yang telah, dan kemudian
turun sepanjang hidup Muhammad SAW, muncul dalam bentuk suara-suara yang
berbeda-beda. Tapi pada periode akhir kenabiannya, wahyu surah-surah Madaniyah
turun dalam satu suara.
- 2. Pertengahan Kerasulan
Setelah
beberapa lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual,
turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula beliau
mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau
mengatakan di tengah-tengah mereka, “Saya tidak melihat seorang pun di kalangan
Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa
yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang
terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara
kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali
Ali bin Abi Thalib.
Pada
permulaan dakwah ini orang yang pertama-tama merima dakwah nabi yaitu dengan
masuk Islam adalah, dari pihak laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq,
dari pihak perempuan adalah isteri nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak
anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib ra.
Dalam
memulai dakwah nabi banyak mendapat halangan dari pihak kafir quraisy mekah dan
berbagai bujuk rayu yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi
gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan
semakin ditingkatkan. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap
kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan
sahabat-sahabatnya ke luar Mekah. Pada tahun kelima kerasulannya, nabi
menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagi negeri tempat pengungsian.
Tatkala
banyaknya tekanan dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang
mendalam yaitu wafat nya seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan
isteri tercinta yang setia menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti
Khuwailid, sehingga Allah menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya
Isra’ dan Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW. diriwayatkan pada suatu malam ketika
Nabi SAW ada di Masjidil Haram di Mekkah, datanglah Jibril as. Dan beserta
malaikat yang lain, lalu dibawanya dengan mengendarai Buroq ke Masjidil
Aqsa di negeri Syam, kemudian Nabi SAW dinaikkan ke langit untuk diperlihatkan
kepada Nabi SAW tanda-tanda kebesaran dan kekayaan Allah SWT, pada malam itu
juga Nabi SAW kembali kenegeri Mekkah. Perjalanan dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqso dinamakan Isra, dan dinaikkannya Nabi SAW dari Masjidil Aqso ke
langit disebut Mi’raj. Pada malam inilah mulai di wajibkan Shalat Fardlu 5 kali
dalam sehari.
Setelah
peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam
muncul. Perkembangan itu diantaranya datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang
berhaji ke Mekah. Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam
dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa
orang Khazraj menemui Muhammad SAW untuk masuk Islam, dan mengharapkan agar
ajaran Islam dapat mendamaikan permusauhan suku ‘Aus dan Khazraj. Kedua, pada
tahun keduabelas kenabian, delegasi Yatsrib terdiri dari sepuluh orang Khazraj
dan dua orang ‘Aus serta seorang wanita menemui Muhammad SAW di tempat
bernama Aqabah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Ikrar ini dinamakan dengan
perjanjian “Aqabah Pertama”. Ketiga, pada musim haji berikutnya, jama’ah haji
yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka
meminta Muhammad SAW dan Muslimin Makkah agar berkenan pindah ke Yatsrib.
Mereka berjanji akan membelanya dari segala ancaman. Perjanjian ini dinamakan
dengan perjanjian “Aqabah Kedua”.
Dalam
perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika di Quba,
sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat
beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman
rumah ini nabi membangun sebuah mesjid. Inilah mesjid pertama yang dibangun
nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul
nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Mekah.
Sementara
itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatanganya. Waktu yang mereka
tunggu-tunggu itu tiba, mereka menyambut nabi dan kedua sahabatnya dengan penuh
kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib
diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering
disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang bercahaya), karena
dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia.
Kejadian
itu disebut dengan “hijrah” bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tetapi
merupakan rencana perpindahan yang telah dipertimbangkan secara seksama selama
sekitar dua tahun sebelumnya. Tujuh belas tahun kemudian, Khalifah Umar bin
Khattab menetapkan saat terjadinya peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam,
atau tahun qamariyah.
- Akhir Masa Kerasulan
Pembentukan
Negara Madinah
Setelah
tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi Muhammad SAW resmi sebagai
pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda
dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik.
Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di
Madinah. Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala
agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi
terkumpul dua kekuasaan, kekuasaam spiritual dan kekuasaan duniawi.
Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara.
Dengan
terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam
yang pesat itu membuat orang-orang Mekah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi
risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, nabi, sebagi kepala
pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam
diijinkan berperang dangan dua alasan: (1) untuk mempertahankan diri dan
melindungi hak miliknya, dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran
kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Dalam
sejarah Madinah ini memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum
muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di awal
pemerintahannya, mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga
melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi
dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai
kabilah di sekitar Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan
Madinah.
Pada
tahun 9 dan 10 Hijriyah (630-632 M) banyak suku dari pelosok Arab mengutus
delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW menyatakan ketundukan mereka. Masuknya
orang Mekah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar
pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun itu disebut dengan tahun
perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud; peperangan antara suku yang
berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keluarga bani Hasyim di Mekah
pada hari senin, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari
Peristiwa Gajah. Maka tahun itu dikenal dengan Tahun Gajah. Tidak lama setelah
kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan
pamannya, Abu Lahab, yang pernah menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya
beberapa hari, nabi tetep menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu
menghormatinya. Nabi SAW selanjutnya dipercayakan kepada Halimah, seorang
wanita badui dari Suku Bani Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya dengan hati-hati dan
penuh kasih sayang, dan tumbuh menjadi anak yang sehat dan kekar. Pada usia
lima tahun, nabi dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab ibunya.
Menjelang usianya yang keempat puluh, Muhammad SAW terbiasa
memisahkan diri dari pergaulan masyarakat umum, untuk berkontemplasi di Gua
Hira, beberapa kilometer di Utara Mekah. Di gua tersebut, nabi mula-mula
hanya berjam-jam saja, kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17
Ramadhan tahun.
Setelah beberapa lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut
dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah
secara terbuka. Mula-mula beliau mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan
Bani Abdul Muthalib. Beliau mengatakan di tengah-tengah mereka, “Saya tidak
melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke
tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian.
Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan
saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya
dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali bin Abi Thalib.
Dari perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa
Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan,
pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun
menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukan seluruh Jazirah Arab ke
dalam kekuasaannya.
No comments:
Post a Comment